1. Sejarah Lengkap Peristiwa Rengasdengklok
Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu–buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Proklamasi, ternyata didahului oleh perdebatan hebat antara
golongan pemuda dengan golongan tua. Baik golongan tua maupun golongan muda, sesungguhnya
sama-sama menginginkan secepatnya dilakukan Proklamasi Kemerdekaan dalam
suasana kekosongan kekuasaan dari tangan pemerintah Jepang. Hanya saja,
mengenai cara melaksanakan proklamasi itu terdapat perbedaan pendapat. Golongan
tua, sesuai dengan perhitungan politiknya, berpendapat bahwa Indonesia dapat
merdeka tanpa pertumpahan darah, jika tetap bekerjasama dengan Jepang.
Karena itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan
suatu revolusi yang terorganisir. Soekarno dan Hatta, dua tokoh golongan tua,
bermaksud membicarakan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan dalam rapat Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dengan cara itu, pelaksanaan Proklamasi
Kemerdekaan tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang. Sikap inilah
yang tidak disetujui oleh golongan pemuda. Mereka menganggap, bahwa PPKI adalah
badan buatan Jepang. Sebaliknya, golongan pemuda menghendaki terlaksananya
Proklamasi Kemerdekaan itu, dengan kekuatan sendiri. Lepas sama sekali dari
campur tangan pemerintah Jepang. Perbedaan pendapat ini, mengakibatkan
penekanan-penekanan golongan pemuda kepada golongan tua yang mendorong mereka
melakukan “aksi penculikan” terhadap diri Soekarno-Hatta (lihat Marwati Djoened
Poesponegoro, ed. 1984:77-81)
Tanggal 15 Agustus 1945, kira-kira pukul 22.00, di Jalan
Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, tempat kediaman Bung Karno, berlangsung
perdebatan serius antara sekelompok pemuda dengan Bung Karno mengenai
Proklamasi Kemerdekaan sebagaimana dilukiskan Lasmidjah Hardi (1984:58); Ahmad
Soebardjo (1978:85-87) sebagai berikut:
” Sekarang Bung. Sekarang! malam ini juga kita kobarkan revolusi !” kata
Chaerul Saleh dengan meyakinkan Bung Karno bahwa ribuan pasukan bersenjata
sudah siap mengepung kota dengan maksud mengusir tentara Jepang. ” Kita harus
segera merebut kekuasaan !” tukas Sukarni berapi-api. ” Kami sudah siap
mempertaruhkan jiwa kami !” seru mereka bersahutan. Wikana malah berani
mengancam Soekarno dengan pernyataan; ” Jika Bung Karno tidak mengeluarkan
pengumuman pada malam ini juga, akan berakibat terjadinya suatu pertumpahan
darah dan pembunuhan besar-besaran esok hari .”
Mendengar kata-kata ancaman seperti itu, Soekarno naik darah
dan berdiri menuju Wikana sambil berkata: ” Ini batang leherku, seretlah saya
ke pojok itu dan potonglah leherku malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu
esok hari !”. Hatta kemudian memperingatkan Wikana; “… Jepang adalah masa
silam. Kita sekarang harus menghadapi Belanda yang akan berusaha untuk kembali
menjadi tuan di negeri kita ini. Jika saudara tidak setuju dengan apa yang
telah saya katakan, dan mengira bahwa saudara telah siap dan sanggup untuk
memproklamasikan kemerdekaan, mengapa saudara tidak memproklamasikan
kemerdekaan itu sendiri ? Mengapa meminta Soekarno untuk melakukan hal itu ?”
Namun, para pemuda terus mendesak; ” apakah kita harus
menunggu hingga kemerdekaan itu diberikan kepada kita sebagai hadiah, walaupun
Jepang sendiri telah menyerah dan telah takluk dalam ‘Perang Sucinya ‘!”. ”
Mengapa bukan rakyat itu sendiri yang memproklamasikan kemerdekaannya ?
Mengapa bukan kita yang menyatakan kemerdekaan kita sendiri, sebagai suatu
bangsa ?”. Dengan lirih, setelah amarahnya reda, Soekarno berkata; “… kekuatan
yang segelintir ini tidak cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan kesiapan
total tentara Jepang! Coba, apa yang bisa kau perlihatkan kepada saya ? Mana
bukti kekuatan yang diperhitungkan itu ? Apa tindakan bagian keamananmu untuk
menyelamatkan perempuan dan anak-anak ? Bagaimana cara mempertahankan
kemerdekaan setelah diproklamasikan ? Kita tidak akan mendapat bantuan dari
Jepang atau Sekutu. Coba bayangkan, bagaimana kita akan tegak di atas kekuatan
sendiri “. Demikian jawab Bung Karno dengan tenang.
Para pemuda, tetap menuntut agar Soekarno-Hatta segera
memproklamasikan kemerdekaan. Namun, kedua tokoh itu pun, tetap pada
pendiriannya semula. Setelah berulangkali didesak oleh para pemuda, Bung Karno
menjawab bahwa ia tidak bisa memutuskannya sendiri, ia harus berunding dengan
para tokoh lainnya. Utusan pemuda mempersilahkan Bung Karno untuk berunding.
Para tokoh yang hadir pada waktu itu antara lain, Mohammad Hatta, Soebardjo,
Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro. Tidak lama kemudian, Hatta
menyampaikan keputusan, bahwa usul para pemuda tidak dapat diterima dengan
alasan kurang perhitungan serta kemungkinan timbulnya banyak korban jiwa dan
harta. Mendengar penjelasan Hatta, para pemuda nampak tidak puas. Mereka
mengambil kesimpulan yang menyimpang; menculik Bung Karno dan Bung Hatta dengan
maksud menyingkirkan kedua tokoh itu dari pengaruh Jepang.
Pukul 04.00 dinihari, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno dan
Hatta oleh sekelompok pemuda dibawa ke Rengasdengklok. Aksi “penculikan” itu
sangat mengecewakan Bung Karno, sebagaimana dikemukakan Lasmidjah Hardi
(1984:60). Bung Karno marah dan kecewa, terutama karena para pemuda tidak mau
mendengarkan pertimbangannya yang sehat. Mereka menganggap perbuatannya itu
sebagai tindakan patriotik. Namun, melihat keadaan dan situasi yang panas, Bung
Karno tidak mempunyai pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak para pemuda
untuk dibawa ke tempat yang mereka tentukan. Fatmawati istrinya, dan Guntur
yang pada waktu itu belum berumur satu tahun, ia ikut sertakan.
Rengasdengklok kota kecil dekat Karawang dipilih oleh para
pemuda untuk mengamankan Soekarno-Hatta dengan perhitungan militer; antara
anggota PETA (Pembela Tanah Air) Daidan Purwakarta dengan Daidan Jakarta telah
terjalin hubungan erat sejak mereka mengadakan latihan bersama-sama. Di samping
itu, Rengasdengklok letaknya terpencil sekitar 15 km. dari Kedunggede Karawang.
Dengan demikian, deteksi dengan mudah dilakukan terhadap setiap gerakan tentara
Jepang yang mendekati Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta maupun
dari arah Bandung atau Jawa Tengah.
Sehari penuh, Soekarno dan Hatta berada di Rengasdengklok.
Maksud para pemuda untuk menekan mereka, supaya segera melaksanakan Proklamasi
Kemerdekaan terlepas dari segala kaitan dengan Jepang, rupa-rupanya tidak
membuahkan hasil. Agaknya keduanya memiliki wibawa yang cukup besar. Para
pemuda yang membawanya ke Rengasdengklok, segan untuk melakukan penekanan
terhadap keduanya. Sukarni dan kawan-kawannya, hanya dapat mendesak
Soekarno-Hatta untuk menyatakan proklamasi secepatnya seperti yang telah
direncanakan oleh para pemuda di Jakarta . Akan tetapi, Soekarno-Hatta tidak
mau didesak begitu saja. Keduanya, tetap berpegang teguh pada perhitungan dan
rencana mereka sendiri. Di sebuah pondok bambu berbentuk panggung di tengah
persawahan Rengasdengklok, siang itu terjadi perdebatan panas; ” Revolusi
berada di tangan kami sekarang dan kami memerintahkan Bung, kalau Bung tidak
memulai revolusi malam ini, lalu …”. ” Lalu apa ?” teriak Bung Karno sambil
beranjak dari kursinya, dengan kemarahan yang menyala-nyala. Semua terkejut,
tidak seorang pun yang bergerak atau berbicara.
Waktu suasana tenang kembali. Setelah Bung Karno duduk.
Dengan suara rendah ia mulai berbicara; ” Yang paling penting di dalam
peperangan dan revolusi adalah saatnya yang tepat. Di Saigon, saya sudah
merencanakan seluruh pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal 17 “. ” Mengapa
justru diambil tanggal 17, mengapa tidak sekarang saja, atau tanggal 16 ?”
tanya Sukarni. ” Saya seorang yang percaya pada mistik”. Saya tidak dapat
menerangkan dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan
kepadaku. Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku, bahwa itu adalah saat
yang baik. Angka 17 adalah angka suci. Pertama-tama kita sedang berada dalam
bulan suci Ramadhan, waktu kita semua berpuasa, ini berarti saat yang paling
suci bagi kita. tanggal 17 besok hari Jumat, hari Jumat itu Jumat legi, Jumat
yang berbahagia, Jumat suci. Al-Qur’an diturunkan tanggal 17, orang Islam
sembahyang 17 rakaat, oleh karena itu kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia
“. Demikianlah antara lain dialog antara Bung Karno dengan para pemuda di
Rengasdengklok sebagaimana ditulis Lasmidjah Hardi (1984:61).
Sementara itu, di Jakarta, antara Mr. Ahmad Soebardjo dari
golongan tua dengan Wikana dari golongan muda membicarakan kemerdekaan yang
harus dilaksanakan di Jakarta . Laksamana Tadashi Maeda, bersedia untuk
menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan
itu, Jusuf Kunto dari pihak pemuda, hari itu juga mengantar Ahmad Soebardjo
bersama sekretaris pribadinya, Sudiro, ke Rengasdengklok untuk menjemput
Soekarno dan Hatta. Rombongan penjemput tiba di Rengasdengklok sekitar pukul
17.00. Ahmad Soebardjo memberikan jaminan, bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan
diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan
jaminan itu, komandan kompi PETA setempat, Cudanco Soebeno, bersedia melepaskan
Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta (Marwati Djoened Poesponegoro, ed.
1984:82-83). www.addgue.com
2. Perumusan Naskah Proklamasi
D
|
irumuskannya
naskah proklamasi.Dini hari menjelang pukul 03.00 WIB, Soekarno, Hatta dan
Ahmad Soebardjo memasuki ruang kedua ini dan mengitari meja bundar, untuk
merumuskan konsep naskah proklamasi. Soekarno yang menuliskan konsep naskah
proklamasi di atas secarik kertas, sedangkan Hatta dan Ahmad Soebardjo
menyumbangkan pikirannya secara lisan. Hal ini terlihat dari coretan – coretan
yang ada.
Ruang ketiga merupakan ruang pengesahan/penandatanganan
naskah proklamasi. Konsep naskah Proklamasi diutarakan oleh Soekarno kepada
hadirin di ruang ini dan dibacakan secara perlahan lahan berulang – ulang dan
beliau meminta persetujuan atas rumusan naskah proklamasi tersebut. Jawaban
hadirin adalah setuju.
Ruang keempat terdapat dibawah tangga merupakan ruang tempat
pengetikan naskah proklamasi yang diketik oleh Sayuti Melik dengan ditemani
oleh B. M. Diah. Ada perubahan tiga kata yang dilakukan Sayuti Melik pada
konsep naskah proklamasi. “Tempoh” menjadi “Tempo”, kata “Wakil – wakil bangsa
Indonesia”, berubah menjadi“Atas nama bangsa indonesia begitu juga dalam
penulisan hari dan bulannya.https://mohkusnarto.wordpress.com/
3. Proses Premusan Pancasila Sebagai Dasar Negara
M
|
enjelang akhir tahun
1944 bala tentara Jepang secara terus menerus menderita kekalahan perang dari
sekutu. Hal ini kemudian membawa perubahan baru bagi pemerintah Jepang di Tokyo
dengan janji kemerdekaan yang di umumkan Perdana Mentri Kaiso tanggal 7
september 1944 dalam sidang istimewa Parlemen Jepang (Teikoku Gikai) ke 85.
Janji tersebut kemudian diumumkan oleh Jenderal Kumakhichi Haroda tanggal 1
maret 1945 yang merencanakan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Sebagai
realisasi janji tersebut pada tanggal 29 April 1945 kepala pemerintahan Jepang
untuk Jawa (Gunseikan) membentuk BPUPKI dengan Anggota sebanyak 60 orang yang
merupakan wakill atau mencerminkan suku/golongan yang tersebar di wilaya
Indonesia. BPUPKI diketuai oleh DR Radjiman Wedyodiningrat sedangkan wakil
ketua R.P Suroso dan Penjabat yang mewakili pemerintahan Jepang “Tuan
Hchibangase”. Dalam melaksanakan tugasnya di bentuk beberapa panitia kecil,
antara lain panitia sembilan dan panitia perancang UUD. Inilah langkah awal
dalam sejarah perumusan pancasila sebagai dasar negara. Secara ringkas proses
perumusan tersebut adalah sebagai berikut.
A.
Mr. Muhammad Yamin, pada sidang BPUPKI tanggal
29 Mei 1945 menyampaikan rumus asas dan dasar degara sebagai berikut:
1.
Peri Kebangsaan
2.
Peri Kemanusiaan
3.
Peri Ketuhanan
4.
Peri Kerakyatan
5.
Kesejahteraan Rakyat.
Setelah
menyampaikan pidatonya, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan usul tertulis naskah
Rancangan Undang-Undang Dasar. Di dalam Pembukaan Rancangan UUD itu, tercantum
rumusan lima asas dasar negara yang berbunyi sebagai berikutK
1.
etuhanan Yang
Maha Esa
2.
Kebangsaan Persatuan Indonesia
3.
Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan
5.
Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
6.
Mr Soepomo, pada tanggal 31 Mei 1945 antara lain
dalam pidatonya menyampaikan usulan lima dasar negara, yaitu sebagai berikut :
1.
Paham Negara Kesatuan
2.
Perhubungan Negara dengan Agama
3.
Sistem Badan Permusyawaratan
4.
Sosialisasi Negara
5.
Hubungan antar Bangsa
Catatan :
Mr.
Soepomo dalam pidatonya selain memberikan rumusan tentang Pancasila, juga
memberikan pemikiran tentang paham integralistik Indonesia. Hal ini tertuang di
dalam salah satu pidatonya. Bahwa
jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan
sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas
aliran pikiran (staatsidee) negara yang integralistik, negara yang bersatu
dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam
lapangan apapun.
6.
Ir. Soekarno, dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1
Juni 1945 mengusulkan rumusan dasar negara adalah sebagai berikut :
1.
Kebangsaan Indonesia
2.
Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3.
Mufakat atau demokrasi
4.
Kesejahteraan Sosial
5.
KeTuhanan yang berkebudayaan.
Catatan :
Konsep
dasar negara yang diajukan oleh Ir. Soekarno tersebut, dapat diperas menjadi
Tri Sila, yaitu : Sila Kebangsaan dan Sila Internasionalisme diperas menjadi
Socio Nationalisme; Sila Mufakat atau Demokratie dan Sila Ketuahanan yang
berkebudayaan. Kemudian Tri Sila tersebut dapat diperas lagi menjadi Eka Sila,
yaitu Gotong Royong.
6 Panitia Kecil pada sidang PPKI
tanggal 22 Juni 1945, memberi usulan rumusan dasar negara adalah sebagai
berikut :
1.
Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Catatan :
Paniti
kecil mempunyai tugas untuk menggolong-golongkan dan memeriksa catatan-catatan
tertulis selama sidang. Rapat Panitia Kecil telah diadakan bersama-sama dengan
38 anggota BPUPKI di kantor Besar Jawa Hookookai dengan susunan sebagai berikut
:
Ketua : Ir. SoekarnoAnggota :
Ketua : Ir. SoekarnoAnggota :
Anggota:
1.
K.H.A Wachid Hasjim,
2.
Mr. Muhammad Yamin,
3.
Mr. A.A. Maramis,
4.
M.
Soetardjo Kartohadikoesoemo,
5.
R. Otto Iskandar Dinata,
6.
Drs. Mohammad Hatta,
7.
Bagoes H. Hadikoesoemo.
Selanjutnya,
dalam sidang yang dihadiri oleh 38 orang tersebut telah membentuk lagi satu
Panitia Kecil yang anggota-anggotanya terdiri dari : Drs. Mohammad Hatta, Mr.
Muhammad Yamin, Mr. A. Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Ir. Soekarno, Kiai Abdul
Kahar Moezakkir, K.H.A. Wachid Hasjim, Abikusno Tjokrosujoso, dan H. Agus
Salim. Panitia Kecil inilah yang sering disebut sebagai panita 9 (sembilan)
yang pada akhirnya menghasilkan Piagam Jakarta (Jakarta Charter).
6 Rumusan Akhir Pancasila yang di
tetapkan tanggal 18 Agustus 1945, dalam sidang PPKI memberi rumusan Pancasila
sebagai berikut :
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa
2.
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
5.
Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Rumusan
inilah yang kemudian dijadikan dasar negara, hingga sekarang bahkan hingga
akhir perjalanan Bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia bertekad bahwa Pancasila
sebagai dasar negara tidak dapat dirubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR hasil
pemilu. Jika merubah dasar negara Pancasila sama dengan membubarkan negara
hasil proklamasi (Tap MPRS No. XX/MPRS/1966).
4.
Pembentukan
Pemerintahan Indonesia
N
|
egara RI yang
dilahirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 pada kenyataannya belum sempurna
sebagai suatu negara. Oleh karena itu, langkah yang diambil oleh para pemimpin
negara melalui PPKI adalah menyusun konstitusi negara dan membentuk alat
kelengkapan negara. Untuk itu PPKI mengadakan sidang sebanyak tiga kali yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, 19 Agustus 1945,
dan 22 Agustus 1945.
Pembentukan
pemerintahan indonesia diawali dengan mengadakan sidang pertama PPKI, tanggal
18 Agustus 1945 di Gedung Cuo Sangi-In yang menghasilkan:
1.
Pembahasan dan
Pengesahan UUD
2.
Pengangkatan
Presiden dan Wakil
3.
Pembentukan
Komite Nasional (Daerah)
A.
Mengesahkan UUD
Sebelum
rapat membahas pengesahan UUD , Sukarno-Hatta meminta Ki Bagus Hadikusumo, K.H.
Wachid Hasjim, Mr. Kasman Singodimejo dan Teuku Moh. Hassan untuk membahas
kembali Piagam Jakarta. Hal tersebut dikarenakan pemeluk agama lain merasa
keberatan terhadap kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syari’at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dalam rancangan Piagam Jakarta. Kemudian rapat
sepakat untuk merubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
B.
Pengangkatan
presiden dan wakil presiden.
Dalam pengangkatan presiden serta wakilnya,Oto
Iskandardinata mengusulkan agar pemilihan presiden dilakukan secara aklamasi.
Ia juga mengajukan Ir. Sukarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai
Wakil Presiden. Akhirnya usulan tersebut disetujui oleh para hadirin dan
kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
C.
Pembentukan
sebuah Komite Nasional (Daerah)
Sebagai tindak lanjut dari sidang PPKI tanggal 22
Agustus 1945 maka dibentuklah Komite Nasional Indonesia (KNI). Komite Nasional
Indonesia adalah badan yang akan berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) sebelum diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu). KNIP diketuai oleh Mr.
Kasman Singodimejo. Anggota KNIP dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945. Tugas
pertama KNIP adalah membantu tugas kepresidenan. Namun, kemudian diperluas
tidak hanya sebagai penasihat presiden, tetapi juga mempunyai kewenangan
legislatif. Wewenang KNIP sebagai DPR ditetapkan dalam rapat KNIP tanggal 16
Oktober 1945.
Sebelum sidang PPKI ditutup, Presiden meminta 9 orang
anggota sebagai Panitia Kecil untuk membahas hal-hal yang yang meminta
perhatian mendesak. Panitia Kecil ini dipimpin oleh Oto Iskandardinata.
Kemudian PPKI melaksanakan sidangnya yang kedua yaitu
tgl 19 Agustus.Sidang tersebut menghasilkan 3 buah keputusan,yaitu:
a)
Pembagian Wilayah
RI Menjadi 8 Propinsi
b)
Menetapkan 12
Kementerian
c)
Pembahasan
anggota-anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
D.
Pembagian Wilayah
RI Menjadi 8 Provinsi
Hal
pertama yang dilakukan PPKI adalah membagi Indonesia menjadi 8 Provinsi,yaitu:
a) Jawa Barat
b) Jawa Tengah
c) Jawa Timur
d) Borneo (Kalimantan)
e) Sulawesi
f) Maluku
g) Sunda Kecil
h) Sumatera2.
i)
Membentuk 12
Kementrian
Setelah membagi wilayah Indonesia menjadi 8 Provinsi
beserta gubernurnya, PPKI kemudian Membentuk 12 Kementrian. Awalnya AHMAD
SUBARDJO mengusulkan dibentuknya 13 kementerian. Namun setelah diakukan
pembahasan, sidang memutuskan adanya 12 kementerian dan satu menteri negara,
yaitu :
a)
Departemen Dalam
Negeri;
b)
Departemen Luar
Negeri;
c)
Departemen
Kehakiman;
d)
DepartemenKeuangan;
e)
Departemen
Kemakmuran;
f)
Departemen
Kesehatan;
g)
Departemen Pengajaran,
Pendidikan dan Kebudayaan;
h)
Departemen Sosial;
i)
DepartemenPertahanan;
j)
Departmen
Perhubungan;
k)
Departemen
Pekerjaan Umum.
E.
Membahas
Anggota-Anggota KNIP
Setelah 2 poin dalam hasil sidang terlaksana, PPKI
baru membentuk Komite Nasional. Anggota KNIP berasal dari golongan muda dan
tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai daerah jumlahnya 137 orang. Anggota KNIP
dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian, Pasar Baru, Jakarta.
Dalam pembentukan KNIP, diadakan sidang pertama yang
berhasil memilih ketua dan wakil ketua. Kasman Singodimedjo dipilih sebagai
Ketua dengan Wakil Ketua I : M. Sutardjo; Wakil Ketua II : Latuharhary; Wakil
Ketua III : Adam Malik.
Pembentukan Komite Nasional Daerah gagal dibentuk
karena suatu masalah. Kebanyakan negara yang baru merdeka
memilih bentuk pemerintahan demokrasi. Salah cirinya adalah adanya Dewan
Perwakilan Rakyat (Parlemen) yang anggota-anggotanya dipilih langsung oleh
rakyat. Bentuk pemerintahan dianut oleh pemimpin Indonesia pada waktu itu
adalah demokrasi seperti di negeri Belanda yaitu multi-partai dan parlementer.
Sebab pada masa pergerakan nasional banyak kaum cendekiawan Indonesia yang
menuntut ilmu di negeri Belanda. Karena hal tersebut terjadilah perubahan
Otoritas KNIP.
Pada tanggal 23 Agustus 1945, Presiden Sukarno dalam
pidato di radio menyatakan pembentukan tiga badan baru, yaitu :
a)
l Komite Nasional
Indonesia(KNI)
b)
l Partai Nasional
Indonesia(PNI)
c)
l Badan Keamanan
Rakyat(BKR)
F.
Pembentukan PNI
Pada mulanya pembentukan Partai Nasional Indonesia ini
bertujuan untuk menjadikannya sebagai partai tunggal di Indonesia yang baru
merdeka. Adapun susunan pengurus Partai Nasional Indonesia diantaranya sebagai
berikut :
a)
Pemimpin Utama :
Ir. Sukarno
b)
Pemimpin Kedua :
Drs. Moh. Hatta
c)
Dewan Pemimpin :
Mr. Gatot T, Mr. Iwa K, Mr. A.A. Maramis, Sayuti Melik dan Mr. Sujono
G.
Pembentukan BKR
Pada umumnya golongan muda menyambut kecewa pidato
presiden tersebut. Karena mereka menginginkan agar segera dibentuk Tentara
Nasional. Tetapi sebagian yang lain, bekas tentara PETA, KNIL dan Heiho
menanggapinya dengan segera membentuk BKR di daerahnya sebagai wadah
perjuangan. Di Jakarta bekas tentara PETA membentuk BKR Pusat agar BKR-BKR
daerah dapat dikoordinasikan. KASMAN SINGODIMEDJO bekas daidanco Jakarta, terpilih
sebagai pimpinan BKR Pusat. Setelah Kasman diangkat sebagai Ketua KNIP, ketua
BKR digantikan oleh Kaprawi, bekas daidanco Sukabumi.
BKR hanya bertugas sebagai penjaga keamanan umum di
daerah-daerah di bawah koordinasi KNI daerah. Susunan pengurus BKR Pusat adalah
sebagai berikut:
a)
l Kaprawi (Ketua
Umum),
b)
l Sutalaksana
(Ketua I),
c)
l Latief
Hendraningrat (Ketua II)
d)
l Dibantu oleh
Arifin Abdurachman, Mahmud dan Zulkifli Lubis.
H.
Kabinet Presidentil Pertama
Susunan Kementerian Pertama sesuai dengan ketentuan
UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 2 September 1945 yang dipimpin sekaligus oleh
Presiden Sukarno. Susunan kabinet pertama RI tersebut sebagai berikut :
1.
Perdana Menteri :
Presiden Sukarno
2.
Menteri Dalam
Negeri : R.A.A. Wiranatakusumah
3.
Menteri Luar Negeri
: Mr. Akhmad Subardjo
4.
Menteri Kehakiman
: Prof. Dr. Soepomo, SH
5.
Menteri
Kemakmuran : Ir. D.P. Surakhman
6.
Menteri Keuangan
: Mr. A.A. Maramis
7.
Menteri Kesehatan
: dr. R. Boentaran M.
8.
Menteri
Pengajaran : Ki Hajar Dewantara
9.
Menteri Sosial :
Mr. Iwa Kusumasumantri
10.
Menteri
Penerangan : Mr. Amir Syarifuddin
11.
Menteri
Perhubungan : R. Abikusno Cokrosuyoso
12.
Menteri Keamanan
Rakyat : Suprijadi
13.
Menteri Pekerjaan
Umum : R. Abikusno Cokrosuyoso
14.
Menteri Negara :
K.H. Wachid Hasjim
15.
Menteri Negara :
Dr. M. Amir
16.
Menteri Negara :
Mr. R.M. Sartono
17.
Menteri Negara :
R. Otto Iskandardinata
18.
Menteri Negara :
Mr. A.A. Maramis
I.
Penjabat Tinggi Negara
1.
Ketua Mahkamah
Agung : Dr. Mr. Kusumaatmadja
2.
Jaksa Agung : Mr.
Gatot Tarunamihardja
3.
Sekretaris Negara
: Mr. A.G. Pringgodigdo
4.
Juru Bicara
Negara : Sukardjo Wirjopranoto
J.
Mmaklumat Pemerintah NO. X 16
OKTOBER 1945
Dalam kondisi politik yang belum stabil, usul BP-KNIP
tersebut diterima oleh pemerintah. Maka pemerintah mengeluarkan Maklumat
Pemerintah No. X tanggal 16 Oktober 1945. Yang ditandatangani oleh Wakil
Presiden Moh. Hatta dalam Kongres KNIP pada tanggal 16 Oktober 1945. Isi
maklumat tersebut, yaitu :
a)
KNIP sebelum
terbentuknya MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif dan ikutmenetapkan
Garis-garis Besar Haluan Negara.
b)
Pekerjaan KNIP
sehari-hari berhubung gentingnya keadaan, dijalankan oleh suatuBadan Pekerja
yang dipilih diantara mereka dan yang bertanggungjawab kepada Komite Nasional
Pusat.
Alasan
Terjadinya dua makluma tersebut di karenakan
1.
Adanya kesan
politik bahwa kekuasaan Presiden terlalu besar sehingga dikhawatirkan dictator
2.
Adanya propaganda
Belanda bahwa pemerintah RI adalah pemerintahan yang bersifat Fasis, seperti
yang menganut. Oleh karena itu Belanda menganjurkan kepada dunia internasional
agar tidak mengakui kedaulatan RI.
3.
Untuk menunjukkan kepada dunia internasional
khususnya pihak sekutu bahwa Indonesia yang baru merdeka adalah demokratis,
bukan negara fasis buatan Jepang.
K.
Maklumat Pemerintah 3
NOVEMBER 1945
Persetujuan pemerintah itu diwujudkan dengan
dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang juga
ditandatangani oleh Wakil Presiden yang isinya antara lain : “Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan
adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran
paham yang ada dalam masyarakat”.
Maka pada bulan November dan Desember 1945 para
pemimpin rakyat sibuk membentuk partai-partai politik, seolah-olah negara
sedang dalam keadaan aman. Padahal di beberapa tempat, terutama di Surabaya
pertempuran antara BKR dengan pasukan sekutu sedang bergelora. Beberapa partai
politik yang muncul setelah dikeluarkannya Maklumat 3 November 1945 adalah
sebagai berikut :
a)
Masyumi (Majelis
Syuro Muslimin Indonesia) berdiri 7 November 1945, dipimpin oleh Dr. Sukiman
Wirjosanjoyo
b)
PKI berdiri 7
November 1945, dipimpin oleh Moh. Yusuf.
c)
PBI (Partai Buruh
Indonesia) berdiri 8 November 1945, dipimpin oleh Nyono
d)
PRJ (Partai
Rakyat Jelata) berdiri tanggal 8 November 1945, dipimpin olehSutan Dewanis
e)
Parkindo (Partai
Kristen Indonesia) berdiri 10 November 1945, dipimpin oleh Probowinoto
f)
Parsi (Partai
Sosialis Indonesia) berdiri 10 November 1945, dipimpin olehAmir Syarifuddin
g)
Paras (Partai
Rakyat Sosialis) berdiri tanggal 20 November 1945, dipimpin oleh Sutan Syahrir.
Parsi dan Paras kemudian bergabung menjadi Partai Sosialis yang dipimpin oleh
Sutan Syahrir, Amir Syarifuddin danOei Hwee Goat, pada bulan Desember 1945
h)
PKRI (Partai
Katholik Republik Indonesia) berdiri 8 Desember 1945, dipimpin oleh I.J.
Kasimo.
i)
Permai (Persatuan
Rakyat Marhaen) berdiri 17 Desember 1945, didirikan oleh J.B. Assa
j)
PNI (Partai
Nasional Indonesia) berdiri tanggal 29 Januari 1946, dipimpin oleh Sidik
Joyosukarto.
Penyebab di keluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 3
November 1945di karenakan antara lain, adalah:
1.
Tanggal 30
Oktober 1945 BP-KNIP mengusulkan agar diberi kesempatan untuk mendirikan
partai-partai politik.
2.
Hal itu juga
sebagai persiapan bagi Pemilu DPR yang direncanakan pada Januari 1946.
3.
Pemerintah
menyetujui usulan tersebut, dengan batasan bahwa : ”Partai-partai politik itu
hendaknya memperkuat perjuangan Indonesia mempertahankan kemerdekaan dan
menjamin keamanan masyarakat.”
4.
Maka pada bulan
November dan Desember 1945 para pemimpin rakyat sibuk membentuk partai-partai
politik, seolah-olah negara sedang dalam keadaan aman.
5.
Padahal di
beberapa tempat terutama di Surabaya pertempuran antara BKR dengan pasukan
sekutu sedang bergelora.
6.
Beberapa partai
politik yang muncul setelah dikeluarkannya Maklumat 3 November 1945 adalah
sebagai berikut :
L.
Maklumat Pemerintah 14
NOVEMBER 1945
Sejak permulaan bulan Oktober, beberapa tokoh seperti
Supeno, Sukarni, Ir. Sakirman, Mangunsarkoro dan anggota KNIP lainnya mempunyai
rencana untuk mengubah sistem pemerintahan presidentil itu menjadi sistem
parlementer. Para kabinet bertanggungjawab langsung kepada KNIP dengan
kekuasaan legislatif yang sebenarnya. Untuk itu mereka merencanakan untuk
mengajukan veto tidak percaya kepada kabinet yang ada. Kemudian mereka akan
menunjuk Syahrir menjadi Perdana Menteri.
Selanjutnya BP-KNIP secara resmi mengajukan usul
kepada pemerintah yang disiarkan dalam pengumuman Badan Pekerja KNIP No. 5
tahun 1945 tanggal 11 November 1945. berbunyi : “Supaya
lebih tegas adanya kedaulatan rakyat dalam susunan pemerintahan Republik
Indonesia, maka berdasarkan pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar yang
dirubah, badan Pekerja dalam rapatnya telah membicarakan soal
pertanggungjawaban para Menteri kepada Badan perwakilan Rakyat (menurut sistem
sementara kepada Komite Nasional Pusat).”
Kemudian Pada tanggal 14 November 1945, pemerintah
menyetujui usulan BP-KNIP tersebut. Persetujuan pemerintah tersebut diumumkan
melalui Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang berbunyi : “Pemerintah Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian yang hebat
dengan selamat, dalam tingkatan pertama dari usahanya menegakkan diri, merasa
bahwa saat sekarang sudah tepat untuk menjalankan macam-macam tindakan darurat
guna menyempurnakan tata usaha Negara kepada susunan demokrasi. Yang terpenting
dalam perubahan-perubahan susunan kabinet baru it ialah, tanggungjawab adalah
di dalam tangan Menteri”.
M.
Kabinet-Kabinet Yang Pernah Tersusun dan Lamanya Berjalan
1.
Kabinet
Presidentil Pertama pada 2 September 1945–14 November
1945
2.
Kabinet Syahrir
I14 November 1945 – 12 Maret 1946
3.
Kabinet Syahrir
II12 Maret 1946 – 20 Oktober 1946
4.
Kabinet Syahrir
III20 Oktober 1946 – 27 Juni 1947
5.
Kabinet Amir
Syarifuddin I3 Juli 1947 – 11 November 1947
6.
Kabinet Amir
Syarifuddin II11 November 1947 – 29 Januari 1948
7.
Kabinet Hatta I
(Presidentil)29 Januari 1948 – 4 Agustus 1948
8.
Kabinet Darurat
(PDRI)19 Desember 1948 – 13 Juli 1949
9.
Kabinet Hatta II
(Presidentil)4 Agustus – 20 Agustus 1949
SELESAI
0 komentar:
Posting Komentar