Home » » cerpen terbaik 2015

cerpen terbaik 2015

Written By Unknown on Minggu, 04 Januari 2015 | 22.04



MIMPI PAGI YANG BERKABUT
mhd. yusuf   sman 1 kecamatan akabiluru



A


ku duduk terdiam di depan kelas, di pagi hari yang berkabut dan tanpa seseorang pun di sampingku. Sekilas kuingat, sosok gadis desa yang penuh bekas kudis dan itu tampak jelas di mukanya. Gadis itu kujumpai saat ikut kemping tahunan. Gadis itu sangat baik, dia adalah Ane. Walau pun Ane wajahnya menakutkan, tapi Ane tetap senyum ria padaku. “kenapa kubisa ketemu gadis ini ya?” tanyaku dalam hati.
                Pengorbanan Ane padaku sangatlah berguna bagiku di hari itu dan kini sudah berubah drastis di saatku mulai membuka sesuatu barang yang beharga baginya. Semuanya bermula dari kesesatanku yang hampir masuk ke hutan terlarang, kebetulan Ane sedang mencari kayu bersama Bobi, adik laki-lakinya. Tampaknya, Ane sangat bangga melihat diriku yang bersinar terang di ufuk matanya. Keadaan genting ini pun kumanfaatin sebisaku.
Ane menjelaskan semua yang berhubungan dengan hutan itu dan sebab orang tidak boleh masuk kesana. Pertama, ada sebuah desa lama yang hilang. Sebab kepastian kehilangan desa tersebut dikarenakan semua penduduk mengalami wabah penyakit yang meluas. Yang tersisa dari pernyakit itu hannyalah Ane seorang. Kedua, ada aliran sungai yang airnya tampak dalam dan bisa memakan korban bagi siapa yang mau lewat. Ketiga, bagi yang sudah masuk ke dalam desa tersebut, tidak bisa lagi keluar dan sulit untuk keluar, walau bagai mana pun caranya upaya untuk keluar.
                Dari semua ulasan cerita Ane, kumengetahui semua kupasan ceritanya dan aku penasaran dan berencana masuk ke hutan terlarang tersebut bersama Andit, Tio, dan Sindi, mereka adalah temanku. Tapi, hari sudah mulai gelap dan aku diantar Ane bersama adik laki-lakinya ke perkemahan dengan selamat. Kedatanganku di tenda, rupanya sudah menunggu lama dan tampak panik. Dari sudut perkemahan datang Pak Sido yang sedang  marah besar padaku.
                “Hei Kau! dari mana saja, ha?” tanya Pak Sido dengan emosi.
                “Tidak ada kemana-kemana Pak, barusan  kutersesat di hutan dan untung ada nona ini yang masih mau menolong aku Pak.” jawabku dengan santai.
                “Apa benar apa yang dia katakan itu.” tanya Pak Sido ke Ane.
                “Ii..i.i ya Pak.” jawab Ane sambil ragu
                Marah Pak Sido padaku, hampir membuatku takut. Tapi, kuberusaha untuk menenangkan diriku agar tampak jelas didengar bagi Pak Sido saatku berbicara padanya.
***
                Esok sore, kumencoba masuk kedalam hutan bersama Adit, Tio, dan Sindi. Sebelum keberangkatan, mereka semuanya pada takut. Tapi, kumampu membujuk mereka dan alhasil, akhirnya  kuberhasil membawa mereka untuk masuk ke dalam hutan yang di katakan angker itu. Awal mula masuk hutan terlarang itu sudah menakutkan. Apalagi, kedatanganku bersama Sindi, Tio, dan Adit di sambut oleh sosok burung gagak hitam yang lagi bertengger di atas pohon beringin sambil berbunyi.
Bunyian burung gagak yang terdengar keras sambil bertengger di atas pohon beringin, membuat rambut di bahuku jadi merinding dan tidak kuat rasanya untuk masuk lebih dalam. Tapi, kuberusaha untuk menguatkan hatiku supaya masuk lebih dalam karena diriku sudah terlanjur penasaran dari penjelasan Ane kemaren, walau pun kusudah mengetahui akibat jika kumencoba untuk masuk.
“Aku capek teman-teman, kubersandar sebentar dulu ya.” Ngeluhku.
“Kau begitu lesunya, baru segitu sudah capek. Percuma saja kau membawa kita kesini, kalau keadaannya terus seperti ini” jawab Adit padaku.
Tubuhku kini merasa dingin dan tubuhku tersentak-sentak. Dari apa yang kurasakan, muncul sebuah peristiwa kepada benakku. Peristiwa itu membayangkan kepadaku semua peristiwa masa lalu. Salah satunya, bayangan tentang kehilangan penduduk desa yang merupakan ulah Mbah Brono yang merupakan penghuni hutan ini.
                Mbah Brono merupakan dukun yang suka menyebarkan penyakit jika hatinya lagi marah besar sama seseorang salah satunya Jirio. Mbah Brono, merupakan ayah Ane yang merasa kesal terhadap warga kampung ciledok yang sudah memperkosa Ane di tepi sungai, kemudian meberikan daun jilatang. Daun jelatang yang di kasih Jirio kepada muka Ane yang berusaha untuk minta pertolongan pada seseorang, membuat mukanya jadi gatal tidak kearuan.
Rasa tidak terima Mbah Brono terhadap anaknya dan itu tidak ada satu pun yang mengakui dari kampung tersebut. Warga kampung yang tidak mau mengakui, maka Mbah Brono melakukan pesugihan dan itu dimulai tepat pada malam purnama penuh maka terseberlah semua penyakit yang serupa. Penyakit yang di rasakan Ane. Penduduk pun meninggal dunia di karenakan tiada obat untuk menalarkan penyakit yang sudah di sebarkan oleh Mbah Brono. Tapi, Ane selamat karna ayahnya sendiri ada obat peyanawarnya walau pun masih ada bekasnya. Semakin banyaknya warga kampung meninggal dunia maka tidak satu pun di antara mereka dikuburkan, maka setiap malam terdengar bunyian arwah berkentayangan yang merasakan kesakitan.
                Teman-temanku bertanya. “Kamu kenapa, seperti orang kerasukan saja.” Dari pertanyaan mereka, kumenjelaskan kepada mereka apa yang barusan kurasakan.
                Beberapa jarak dari burung gagak itu. Tio sempat melihat gadis cantik yang lagi pakai kain panjang yang dililitkan ketubuhnya serta membawa cucian yang di pingkulnya. Mata Tio yang terus memandang gadis yang berjalan sambil berlenggak-lenggok, dan dia tidak sadar telah terpukai dan menuruti langkah gadis tersebut. Dengan cepat, kurangkul tangan Tio dengan keras yang dibantu Sindi, sambil bertanya.
 “Kenapa kau seperti itu melihatnya, sampai sampai kau tidak sadar?.”
                “Biasa kan. Dia cewek cantik sedangkan aku sendiri cowok, tentu kuterpukau melihatnya dan seksi pula. Kuyakin, siapa pun yang melihatnya pasti terpesona melihatnya, iya kan?”
                “Iya juga, tapi ini beda. Disini hutan bukan di kota. Siapa tahu cewek yang kau lihat itu bukan manusia, bagaimana?” tanyaku balik sambil menakut-nakutinya
                Langkah demi langkah, kutelusuri jalan yang tiada pasa. Tepat disamping pohon pisang, terdapat gubuk bambu. Gubuk itu adalah tempat kediaman Ane, cewek yang kujumpai saat tersesat di hutan kemaren.
                Ane memberikan tumpangan padaku dan teman-teman yang ikut bersamaku.  Sekilas, Ane bertanya “Kenapa Kamu bisa masuk ke dalam hutan ini? padahal kemaren sudah kukatakan dan tidak bisa masuk sembarangan.” Itu merupakan kata-kata yang hampir mengurung niatku untuk melanjutkan perjalanan.
                Sepintas kumelihat, Ane sedang memperhatikanku sejak dari tadi. Tapi, tatapan Ane yang tajam padaku tidak kuhiraukan.
                Dengan nada tinggi, Ane memperingatiku untuk menghampiri lemari tua yang terletak tepat di sudut gubuk dan itu tampak menakutkan bagiku.
                “Jangan harap kamu untuk tidak menghampiri lemari itu, mengerti!. Apa pun alasanya.”
                “Iya, kumengerti.”
                Bunyian gagak kini terdengar jelas ditelingaku, saat kumulai tertidur. Tapi, di balik kain pintu, tampak bayangan terang yang menghampiriku. Kini bayangan kulihat, sudah mulai membuka kain gorden pintu  bewarna hijau dan sosok bayang itu sudah muncul di hadapanku. Dia adalah Ane, yang sengaja masuk ke tempat tidurku untuk memberikanku sebatang lilin putih dan selimut tipis kepadaku serta untuk Sindi, Tio dan Adit.
                Malam tidurku terus dihantui, dari gemuru angin dan pintu jendela yang terbuka sendirinya serta bisikan kepadaku untuk datang ke aliran sungai ciluap.
TIDAK !...
 Kutersintak dengan keras yang ketakutan dari mimpiku  dengan napas terengah-engah serta tubuhku sudah penuh dengan keringgat ketakutan.
Di sampinku, kulihat Adit dan Tio sedang menikmati tidur dengan nyeyak sambil ngorok dan berpelukan kaki dengan memakai celana hawai dengan gambar bunga mawar merah. Kecuali Sindi yang tidur di sebelah kananku. Tapi, sindi tidur yang agak jauh dariku secara dirinya cewek dan aku adalah cowok dan tidak mungkin untuk bersama-sama tidur.
***
                Esok pagi hari, kumembangunkan Tio, Sindi, Adit yang tidur berdekatan bersamaku. Kumencoba untuk minta maaf pada Tio, rupanya Tio juga mau memaafkanku. Komflik yang terjalin di antara kita, Kucoba mengajaknya untuk berpetualangan selanjutnya. Kusedikit penasaran terhadap mimpiku semalam, tentunya sungai yang memangilku saatku tertidur.
                Namun tidak sungai itu saja yang membuatku penasaran. Tapi, lemari yang berdiri rapuh, namun lemari itu sudah di beri paku beton. Apa sebabnya itu terjadi, kutidak mengetahuinya.
                Sifat nakalku, kini mulai terjalin dengan cemerlang. Kucoba untuk membukanya dengan palu yang tampak tak sengaja di bawa meja rotan.
                KREK...KREK..KREK
                BUARRR! lemari yang kupenasaran selama ini, kini terbuka jelas di hadapanku
                WHUAK...WHUAK Sindi, Tio, Adit dan termasuk kusendiri, mual tak kearuan saat peti terbuka dan itu adalah Ayah, Ibunya, yang sedang keadaan busuk dan itu sengaja di lakukan Ane. Tujuan Ane melakukan itu terhadap keluarganya, agar dirinya merasa selalu dekat dengan keluarganya.
                PLAK! pintu terbuka dengan keras
                “Apa yang kau lakukan terhadap lemari itu. Kini kau sudah melanggar dari pejanjian kemaren dan mulai sekarang, kau tahu apa akibatnya.”
                “Tenang dulu Ne, Kita-kita cuman penasaran terhadap lemari itu, serta lemari itu juga mengeluarkan baun yang tidak enak saat kami melihatnya. Maaf kan lah kita untuk kedua kalinya.”
                “Sebelumnya sudah kukatakan, tidak ada alasan untuk mengelak. Sekarang, kau semua keluar dari tempatku, CEPAT!”
                Dengan jarak yang tidak jauh dari gubuk Ane, kupergi bersama Tio dan Adit dan Sindi meninggalkan gubuk, tempat kediaman Ane.
                Tepat di hadapanku, tampak seperti bekas aliran kali yang luas serta tidak ada air sedikit pun. Adit pun bertanya padaku ”Rio, sepertinya ini yang sungai ciluap itu.” dari pertanyaan Adit itu, kuterdiam sambil memikirkan apa yang di tanyakan Adit barusan padaku.
                “Apa iya Dit? Kau ngacok lagi ya. Tidak mungkin ini sungainya. Padahal sungai ini tiada airnya.  Padahal sungai tersebu, sangat dalam airnya dan kita bisa tenggelam di buatnya.”
                Rasa penasaran yang selalu menyelubungi otak, Tio mencoba masuk dengan perlahan-lahan dan kini Tio sudah berada tepat di tengah-tengahya.
                “Teman-teman, mari kesini! Sepertinya tidak ada apa-apa.”
                “Kau yakin Tio.” jawabku dengan kaget.
                Di saat aku dan Adit sudah sampai di bibir bekas aliran sungai yang barusan di bicarakan, Adit menahan langkahku. Tapi, tetap berusaha berdiam diri di sebelah bambu yang tidak jauh jauh jaraknya dariku.
                “Tunggu Yo, Sepertinya ada bunyi gemuru air. Coba kau dengarkan sekarang, benar kan.”
                “Benar apa yang kau katakan Dit. Kalau boleh tahu, dari mana asal bunyian tersebut. Padahal awan tidak mendung.”
                “Lihat di atas Yo, ada seperti air besar datang.”
                “Mana? O....iya dan itu tampak besar dan airnya keruh pekat.”
                SREET....
                “Awas Tio.... Ada air besar dari atas!” teriak Adit, Sindi dan aku pada Tio
                “Tidak mungkin, di sini kan tidak ada air dan tanahnya kering berbatu.”
                BUAR....
                AAAAAK....teriak Tio sambil kaget
                “Tolong Dit, tolong Yo, aku tidak bisa berenang.”
                Situasi yang mulai rumit, kutidak tahu apa yang kurasakan. Kutakut apa yang terjadi pada Tio selanjutnya dan apa kata-kata orang padaku. Ternyata apa yang di katakan Ane padaku, memang betul.
                TIDAK!......teriakku dengan penyesalan.
                “Kenapa kusudah berani membawa mereka kesini. Kalau keadaanya seperti ini akan terjadi, tidak akan kubawa mereka kesini. Ini tidak sesuai dengan pikiranku sebelumnya.” rasa menyesalku sambil menangis.
                “Sepertinya ada memanggilku dengan lembut, siapa ya?”
                “Kenapa tidak Yo?” tanya Monic padaku
                “Tio itu siapa dan kenapa kau menagis barusan, kau lagi ngigo ya?” tambah Monic
                “Tidak ada. Apa aku lagi tertidur ya?” tanyaku pada monic sambil mengusap mata.
                “Oooo ternyata Monic yang berusaha membangunkanku dari mimpi buruk yang menyeramkan.” kataku dalam hati.
                HAHAHA... teriak semua teman-teman yang lagi berkumpul di hadapanku bersama ibuk Yuliarna yang merupakan guru yang mengajar bahasa indonesia.
                Kini kuterdiam malu yang sudah tertidur dengan mimpi yang menyeramkan. Tubuhku yang sudah penuh dengan keringat ketakutan saat tertidur dan kucoba untuk menukar pakaianku karna baju seragam dari sekolah sudah penuh dengan keringat dan sedikit baun apek.
                Dalam proses pembelajaran, mereka semua termasuk Ibuk Yuliarna, pada bertanya-tanya padaku apa yang terjadi pada diriku barusan. Aku menjelaskan semuanya apa yang kurasakan pada mimpiku selama satu jam pelajaran yang kebetulan sedang mengikuti proses pembelajaran bahasa indonesi.***
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. YSF_SMANSAKA.NET - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger