KOMA BERUJUNG
KLONGMERAT
mhd. yusuf || SMA N 1
Kec. AKABILURU
Akhir tahun laki-laki itu pergi
menjelajahi pergunungan. Pegunungan itu di penuhi pepohonan karet dan pinus
yang tumbuh lebat. Tak di sangka dia terperangkap di dalam jurang terjal. Di
bawah jurang tersebut terdapat aliran sunggai mengering dan penuh batu air
bewarna hitam berlumut yang selalu siap menantikan kehadiran dirinya. Dengan tali
khusus pramuka, laki-laki itu hampir bisa sampai di bibir tebing.
Terbing tersebut di beri
nama tebing kematian. Konon katanya setiap korban yang terperangkap di lereng
tebing tersebut jarang sekali untuk selamat dari maut.
Nyawa laki-laki itu kini
dalam ambang kematian. Dengan di bantu tiga orang teman. Tapi..... tubuhnya
yang berat tidak mampu temannya utuk menerik tubuhnya yang gemuk dan penuh
lemak.
Sementara dari kejahuan
pendamping mereka ibuk Susan dan ibuk Sindi berlarian karena mendengar suara
pingkauan yang keras. Medan jalan yang licin sering kali mereka berdua terjatuh
untuk menghampiri anak murid mereka yang sedang terperangkap di tepi tebing
yang terjal.
“Ayooo diiit..... kamu
pasti bisa.“ kata robi sambil menarik uluran tangan laki-laki itu.”
“Aku tidak sanggup lagi,
biarkan saja aku terjatuh.” jawab laki-laki itu dengan patah semangat.
“Tidak Dit, jangan bicara
seperti itu. kami sebagai temanmu akan tetap berusaha menolongmu.”
Menarik tubuh laki-laki
itu dengan tiga orang teman. Walau di bantu tiga orang teman, tapi tubuh mereka
yang kurus tak mampu menahan tubuh laki-laki itu. Sekejap tubuh laki-laki itu
terlepas dari ikatan tali putih yang kecil. Tali yang kecil tak mampu lagi
menompong tubuhnya dengan tali yang terus-merus semangkin kecil karena gesekan
batu tebing yang tajam terus bersinggungan.
“Tidakkk!” teriak
laki-laki itu dengan keras.
“Adiiit....” teriak dengan
tangisan penyesalan dari monic.
Tubuh laki-laki itu penuh
dengan darah terutama pada bagian mulutnya dan tubuhnya yang terpental ke dasar
tebing membuat tulang keringnya patah dan lehernya pun juga ikut patah akibat
benturan dengan batu air belumut. Terjatuh dari tebing yang terjal serta tinggi,
tak mampu lagi tubuh laki-laki itu untuk bertahan menahan kesakitan. Tubuhnya
sudah lemas tidak berdaya dan tidak sadarkan diri lagi sejak hari itu.
Selama satu jam tubuh
laki-laki itu di ambil dari dasar jurang dan membawanya ke atas tebing.
Tubuhnya yang sudah lemas dan tak kuat utuk membuka kelopak matanya. Namun
nafasnya masih menghembus kecil.
Dari kejauhan terdengar
suara ambulance yang datang menjemput tubuh laki-laki itu. tubuhnya yang lemas
di angkat ke atas tandu dan di masukan kedalam mobil ambulance. Srine ambulance
yang berbunyi selalu mengiringinya sampai ke RSUD Ibnu Sina.
Laki-laki itu di bawa ke
dalam ruangan UGD dan ia menjalani pemeriksaan dari dokter dan mendapatkan
rawatan intensif.
***
Selama bertahun-tahun laki-laki
itu menjalani koma dan bahkan sangat kecil kesempatannya untuk bisa berdiri dan
berbicara seperti orang laninya. Kondisi ekonomi orang tuannya yang semangkin
hari semangkin menipis untuk membiayai laki-laki itu yang sedang menjalani
koma.
Sumartini yang merupakan
ibu dari laki-lai itu merasa tidak senang atas apa terjadi pada anaknya. Ia
mengajukan kasasi kepada pengadilan negeri. Kasasi yang di ajaukan Sumartini di
terima dengan hormat dari hakim pengadilan negeri.
Esok pagi Surat dari
pengadilan negeri datang kepada ibuk Susan Dan Ibuk Sindi. Isi surat dari
pengadilan tak lain tak bukan untuk memangil mereka berdua untuk menghadiri
sidangan.
Surat dari pengadilan
sudah dua kali di kirimkan ke pada ibuk Susan dan ibuk Sindi. Tapi mereka
berdua tetap saja untuk tidak mengadiri sidangan. Secara paksa pihak kepolisian
datang menjemput meraka. Beberapa kali mereka mencoba untuk mengelak. Namun
pada akhirnya mereka terjebak saat di tanya-tanya kepolisian. Secara terpaksa
mereka di giring kedalam mobil kepolisian dan di masukan ke dalam sel oleh
bribda Eko.
Hari ke tiga dalam sel
tahanan mereka di bawa ke pengadilan negeri. Selama dua hari mereka menjalani
pengadilan hakim menjatuhi mereka dengan pasal belapis. Karena sudah melalaikan
nyawa seseorang dan berusaha untuk kabur dari tangan kepolisian. Selama 8 tahun
mereka mendapatkan hukum kurungan penjara.
***
Adit yang merupakan
laki-laki yang tahun lalu terjatuh dari tebing kematian, kini ia menghadapi
koma yang panjang. Namun ia belum jua sadarkan diri sejak saat insiden itu.
Sumartini yang sejak dari pagi sampai malam terus menemani anaknya itu yang
selalu berbaring di sampingnya.
Memikirkan secara
singkat. Ia mengajukan ke pada dokter yang menagani anaknya Adit agar supaya di
suntik mati karena harta bendanya sudah menipis untuk mengobati anaknya yang
tak kunjung sadar. Berulang kali dokter untuk mengigatkan kepadanya. Namun
Sumartini masih berpegang teguh dan itu salah satu jalan yang harus di lakukan
oleh dirinya dan untuk anaknya dalam menyelesaikan masalah ini.
Usaha Sumartini untuk
memberikan suntikan mati kepada anaknya walau pun sudah metandatangani surat.
Tapi itu di batalkan di saat dokter Ali akan segera memasuki rungan Adit di
rawat oleh teman sebaya Adit. Dia adalam monic yang di temani sang ayahnya yang
ingin bernazar.
“Jangan dulu dokter. Tante biarkanlah ayah
monic yang menyelesaikan masalah biaya rumah sakit Adit. Aku mohon Tan.” Ucap
monic dengan harapan.
Dokter Ali kagum di buatnya sebelum ia melakukan
penyuntikan di bagain tubuh Adit. Ayah Bobi yang merupakan ayah monic juga ikut
mengiyakan apa yang di katakan anaknya barusan. Apa yang di katakan barusan, ibu
sumartini juga turut meminta teriama kasih kepada monic dan juga kepada Bobi,
ayah kandung Monic.
***
Di atas sofa dalam
ruangan. Roh tubuh adit duduk menagis melihat orang tuanya yang selalu menunggu
dirinya di samping tubuhnya terbaring.
Monic yang datang membawa
buah-buahan segar besama Idris sempat melihat dengan jelas bahwa Adit dalam
keadaan menagis. Orang tua Adit Sumartini tidak mengetahui tentang hal itu.
Sumartini terkejut dan gembira mendengar dan melihat hal itu di saat setelah
indris mengatkan kepadanya.
“Tante, sepertinya Adit
menagis. Apa Adit melihat kita dan atau ia berada di sekitar kita saat ini ?”
“Maksud kamu apa Dris?”
tanya balik sumartini.
“Kalau tante ngak percaya,
coba tante lihat mata Adit.” kata idris menyakinkan Sumartini.
Sumartini yang dulunya
sempat tidak percaya kini ia mamanggil dokter Ali dengan lantang dan menekan
bel untuk memanggil perawat yang ada di samping tubuh Adit terbaring.
Mendengar teriakan keras
serta bunyian bel yang berulang kali terdengar, dokter Ali datang dan memeriksa
tubuh Adit dengan perlahan-lahan. Detak jantung adit yang bedebar secara
teratur dan matanya yang mulai bekedip, dokter Ali memberi tahukan hal gembira
ini kepada Sumartini, ibu dari Adit.
“Ini merupakan kabar
genbira buat ibuk dan buat anak ibuk. Karena kemungkinan besar Adit akan pulih dalam
waktu dekat.” kata dokter ali dengan wajah ceria.
Wajah Sumartini yang dulunya
kusut dan penuh linangan air mata, secara cepat iya menghapus air matanya itu.
Monic termenung mendengarnya mendengar apa barusan di katakan dokter Ali. Rasa
gembira bercumbu di dalam dirinya, ia memeluk Sumartini dengan pelukan yang
erat.
***
Esok hari tepat hari
libur. Monic meminta ijin kepada ayahnya agar untuk bisa menemani Adit yang di
rumah sakit untuk pertama kalinya. Ayahnya sempat menguji keyakinan Monic. Tekat
monik yang sudah untuh untuk menemani Adit di rumah sakit ia selalu berusaha
untuk meyakinkan ayahnya itu. Melihat sosok putrinya yang terlampau semangat, ia
mengantarkan anaknya sampai ke rumah sakit dengan menggunkan mobil Mercendes.
Ayah Bobi yang merupakan
ayah Monic tidak sempat untuk berhenti lama hanya sekedar berpamitan kepada Sumartini
dan segera untuk berbalik arah ke luar kota untuk menemui klaennya di Pekanbaru.
Hari yang sudah mulai
memasuki tengah malam. Monic tak kuat lagi menemani Adit. Ia terbaring di
samping Adit yang terbaring dengan lemas dengan kaki di ikat dengan kain perban
putih yang tergantung ke atas loteng.
Sebelum Monic terbaring
di samping Adit, Sumartini pergi meninggalkan mereka berdua. Ia pergi ke wc
yang tidak jauh dari ruangan Adit di rawat.
***
Pangi bersinar cerah
memasuki sela-sela jendela. Monic terbangun melihat silauan dari ufuk matanya,
sementara Sumartini orang tua Adit tetap terbaring di atas sofa. Tidur yang
nyeyak di samping tangan kanan Adit. Monic terbring dengan nyeyak. Rambutnya
yang hitam dan panjang hampir menutupi sebagian mukannya.
Adit yang terbangun dari
Komanya. Ia melihat sosok perumpuan yang tertidur di sebelahnya dan ia tak
mengenal sosok perempuan itu. Ia berusaha untuk melihat wajah perumpuan itu
dengan mengipaskan rambut wanita itu.
***
Pagi cerah. Sinar
matahari masuk dari sela-sela garden jendela. Melihat caha putih yang terpancar
terang di depan matanya. Monic membuka matanya secara perlahan-lahan. Mata yang
sedikit perih melihat cahaya. Ia melihat Adit mengenggam tangannya. Monic tak
tega melepaskan tangannya itu ia masih membiarkan tangannya di genggam Adit.
Secara perlahan-lahan ia
panggil nama Adit secara halus dan itu berulang kali ia memanggil nama Adit.
Adit terbangun. Ia
melihat gadis yang ia takkenali semalam. Ia adalah monic. Walau selama ini
mereka sebagai sahabatan. Tapi Adit masih tetap tidak mengenali monic.
Sudah merasa lama Adit
mengenggam tangannya dalam ke adaan tertidur dan Adit yang sudah terbangun dari
komanya. Ia memanggil sumartini yang tertidur nyeyak di atas sofa merah yang
berada di sudut ruangan.
“Tante, Tante bangun. Adit
sudah sadar.” berulang kali monic memanggil Sumartini.
“Iya ada apa.” jawab
sumartini sambil meliukkan tubuhnya.
“Adit sudah sadar Tan.”
“Apakah itu benar. Coba
tante lihat.”
“Ternyata benar apa yang
kamu katakan Mon. Biar tante panggil dokter ali sebentar ya.”
Dokter pun datang dan
memriksa detak jantung Adit dan bola mata. Dokter Ali menyuruh Sumartini untuk
datang ke dalam ruangannya. Ia mengatakan kalau Adit sedikit mengalami Amnesia.
Namun penyakit yang ia rasakan kemungkinan akan lambat pulihnya dan malah
sebaliknya jikalau Adit sering di bawa ke tempat-tempat yang bersejarah dalam
hidupnya. Kemungkinan besar ia akan sadar dengan cepat.
***
Satu minggu Adit sadar
dari komanya. Ia pulang dengan menggunakan kursi roda yang di bantu dengan
Monic dan ia tidak mau di bantu selain Monic. Karena masih penasaran. Dalam
menjalani fase persembuhan Adit di anjurkan oleh Dokter Ali untuk melakukan
rawat jalan.
Hari-hari kehidupannya, Adit
hanya bisa duduk di atas kursi roda. Karena patah tulang yang ia rasakan masih
belum sembuh total dan masih ada rasa nyeri yang ia rasakan. Ia sering kali
menyebut-nyebut nama Monic. Tah apa sebabnya, orang tuanya tidak mengetahui
soal itu.
Adit yang sebelumnya
malas untuk makan dan itu pun hanya sedikit. Tapi... hal sebaliknya terjadi.
Makannya makin lahap di saat monic datang untuk menyeguknya bersama Idris,
Robi, Marten dan teman lainnya serta guru-guru dari sekolahnya. Mereka semua
menayakan keadaan Adit. Namun ia hanya tersenyum.
Monic yang membawa
buah-buhan dan bungga mawar yang bewarna cantik. Adit merasa bunga mawar itu
merasa spesial bagi dirinya.
Monic yang melihat Adit
untuk malas makan ia mencoba untuk menyuapkan bubur yang berada dari tangan
Sumartini, orang tua Adit. Adit sanggat lahap untuk menyatap bubur itu dan ia
meminta bubur untuk ke dua kalinya.
Sumartini dan Marzuki,
ayah Adit kagum dan senang melihat adit yang tiba-tiba naik napsunya untuk
makan dan tindakan Adit kali ini sangat beda jauh dari apa sebelumnya.
Jarak rumah mereka tidak
terlalu berjahuan hanya di batasi dua jalur lintasan. Dengan jarak rumah yang
tidak jauh, sering kali Monic datang untuk melihat Adit. Hubungan perteman
mereka pun semangkin erat.
Sore-sore hari Monic
mengajak Adit untuk jalan-jalan di sekitar halaman. Tanpa sengaja Monic
menceritakan tentang apa yang terjadi pada Adit pada beberapa tahun silam yang
lalu. Secara berangsur-angsur ingatan Adit kembali.
Akhir kata, kepala Adit
mulai pusing berat dan segera di larikan ke rumah sakit.
Dokter Ali yang merupakan
Dokter sebelumnya merawat Adit kini kembali menagani masalah pada Adit. Ia
mengatakan kalau Adit sudah pulih total namun Adit tidak bisa melakukan segala
sesuatu yang berat.
***
Tahun ketiga Adit kembali
memasuki sekolah pertamanya. Namun sekarang ia tidak lagi menggunakan kursi
roda dan layaknya seperti orang normal lainya.
Di sisi lain, Adit tidak
lagi bertemmu dengan monic. Monic yang selama ini yang ia kenal dan menjadi
teman yang sangat dekat kini sudah pergi ke America untuk menjalani bidang
studinya di bersama seorang ayah. Ia mengetahui itu semua dari Monic di saat
monic akan berangkat.
Adit pun mulai merasakan
kesepian dalam hari-hari kehidupannya. Sudah banyak teman-teman barunya untuk
menghibur dirinya. Namun ia tetap saja teringat tentang kebersamaannya dengan Monic.
***
Tiga tahun sudah ia
menjalani sekolah menengah atas dan lulus dengan nilai terbaik. Ia melanjutkan
sekolanya di dalam negeri dan memilih Bidang studi ekonomi. Bidang studi yang
ia pelajari mendapatkan IP 3,4 dari dosennya. Ia mendapatkan gelar
Secara bertahap ia sudah
tidak lagi mengenal Monic dan jauh dalam ingatannya. di karenakan kini ia sudah
memiliki keluarga kecil.
Sudah puluhhan tahun
monic meniggalkan tanah air. Ia kembali untuk datang ke indonesia untuk
melanjutkan misinya utuk membangun sebuah perusahaan pesawat berkelas
internasional.
Tanpa di sengaja Monic
dan Adit di pertemukan. Pertemuan mereka di temani seorang orang anak di antara
mereka. Hubungan persahabatan yang panjang di antara mereka, tidak bisa terpisah
untuk berbicara.
Bidang studi yang sama-sama
dalam bidang ke ekonomian. Dengan tekat bulat dan sepakat bersama mereka
membangun sebuah PT. Tuna Bangsa Transport. Dengan menghasilkan pesawat terbang
yang di beri nama Indonesian air. Hasil dari kerja sama mereka beruda akhirnya
produk yang di ciptakan berhasil di ekspor ke negeri tetangga dengan untung
besar.
Modal mereka kelurkan pun
dari hasil kerja sama dengan ayah monic dan dua perusahaan lainnya.
Keberhasilan mereka juga di bantu oleh tenaga kerja pendidikan yang sudah
serjana di dalam negeri bahkan dari luar negeri sendiri.
Kehidupan ekonomi mereka
pun melonjak secara drastis dan terus mengembangkan keunggulan dari pesawat
meraka dan menjadi salah satu maskapai terbaik di dunia.(*)
Tamat
0 komentar:
Posting Komentar